A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dinyatakan pada pasal 3 yaitu :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar manjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pusat dan Informasi Balitbang Depdiknas 2003)
Semua program pendidikan di berbagai jenjang dan jenis pendidikan dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Rancangan program pendidikan di setiap jenjang dan jenis pendidikan disebut dengan istilah kurikulum. Kurikulum adalah niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.
Kurikulum merupakan salah satu alat untuk membina dan mengembangkan siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan agama merupakan bagian integral dari pendidikan nasional, hal tersebut dijelaskan dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 33 ayat 2 bahwa "kurikulum pendidikan dasar dan menengaw wajib memuat antara lain pendidikan agama", termasuk salah satunya pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam dilaksanakan untuk mengembngkan potensi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.
Menurut Daradjat (2001 : 172), bahwa pendidikan agama adalah usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama. Sedangkan lebih khusus pengertian pendidikan agama Islam yang diungkapkan oleh Puskur Balitbang Depdiknas (2001 : 8), sebagai berikut :
Upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mmenjalankan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur'an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, serta penggunaan pengalaman.
Pendidikan agama Islam demikian adalah untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia. Menurut Azra (1999 : 57), bahwa "kedudukan pendidikan agama Islam di berbagai tingkatan dalam sistem pendidikan nasional adalah untuk mewujudkan siswa yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia".
Keudukan tersebut menjadi lebih urgen lagi untuk jenjang pendidikan tingkat SMP, dimana mereka berusia antara 15-18 tahun yang hampir disepakati para ahli jiwa kelompok umur ini berada pada masa remaja, dengan situasi dan kondisi sosial dan emosionalnya yang belum stabil (Drajat, 1975 : 11-12), sementara tuntutan yang akan dihadapinya semakin besar dan rumit yaitu dunia perguruan tinggi atau dunia kerja/masyarakat. Karenanya rumusan tujuan pendidikan agama islam di sekolah Menengah Pertama adalah dalam rangka untuk :
Meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman siswa tentang agama islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (GBPP PAI 1995).
Tujuan tersebut menggambarkan akan kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang memberikan kepedulian pada pembentukan manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. Keasadaran tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia akan dapat menciptakan keharmonisan dalam kehidupan baik pribadi, berbangsa dan bernegara. Menurut konsep islam, iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal shaleh, sehingga menghasilkan prestasi rohani yang disebut taqwa. Amal shaleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk keshalehan pribadi; hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesahalehan sosial (solidaritas sosial), serta hubungan manusia dengan alam sekitar.
Kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP dirancang untuk mengantarkan siswa kepada peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta pembentukan akhlak yang mulia. Keimanan dan ketaqwaan serta kemuliaan akhlak sebagaimana yang tertuang dalam tujuan akan dapat dicapai dengan terlebih dahulu jika siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan benar terhadap ajaran agama Islam, sehingga terinternalisasi dalam penghayatan dan keasadaran untuk melaksanakannya dengan benar. Dengan demikian kurikulum dan pembelajaran PAI yang dirancang seharusnya dapat menghantarkan siswa kepada pengetahuan dn pemahaman yang utuh dan seimbang antara penguasaan ilmu pengetahuan tentang agama Islam dengan kemampuan pelaksanaan ajaran serta pengembangan nilai-nilai akahlakul karimah.
Guru PAI merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran pendidikan agama Islam. Menurut Gage (1964 :139), bahwa perilaku guru dipandang sebagai "sumber pengaruh", sedangkan tingkah laku yang belajar sebagai "efek" dari berbagai proses, tingkah laku dan kegiatan interaktif. Para pakar menyatakan bahwa, betapapun bagusnya kurikulum (official), hasilnya sangat tergantung pada apa yang dilakukan guru dalam kelas "curriculum actual" (Syaodih; 1997 : 194).
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pembelajaran PAI adalah siswa. Siswa SMP dilihat dari tingkat perkembangan intelektualnya telah mampu berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Menurut Sigelman & Shafer (Yusuf, 2001 : 193) bahwa, pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan dari mulai usia 12-20 tahun. Dengan demikian maka model dan strategi pembelajaran PAI di SMP disajikan untuk memfasilitasi perkembangan kemampuan berfikirnya melalui penggunaan metode mengajar yang mendorong siswa untuk aktif bertanya, mengemukakan pendapat, atau menguji cobakan suatu materi, melakukan dialog dan diskusi. Sehingga pembelajaran PAI mengandung makna serta fungsi dalam kehidupan mereka.
Kondisi pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah umum menurut Departemen Agama (1999 : 33), memiliki ciri-ciri seperti : "(1) kemampuan siswa heterogen, (2) waktu/jam pelajaran agama Islam terbatas, (3) minat siswa lebeih besar pada mata pelajaran lain, dan (4) sarana dan prasarana pendidikan agama Islam masih terbatas.
Dari uraian di atas, maka makalah yang akan disajikan dibatasi sekitar permasalahan "Bagaimana pengembangan Kurikulum dan pembelajaran Bidang Studi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama (SMP)".
B. Perumusan Masalah
Uraian latar belakang masalah tersebut, dapat diklasifikasikan bahwa rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana pengembangan kurikulum dan pembelajaran di SMP pada bidang studi pendidikan agama Islam?
2. Bagaimana model pengembangan kurikulum dan pembelajaran di SMP pada bidang studi pendidikan agama Islam?
C. Prosedur pemecahan masalah
Prosedur pemecahan masalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan tentang pengembangan kurikulum dan pembelajaran pada bidang studi pendidikan agama Islam di SMP?
2. Bagaimana model pembelajaran pada bidang studi pendidikan agama Islam di SMP?
D. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari: bab 1 pendahuluan, latar belakang masalah, perumusan masalah, prosedur dan pemecahan masalah dan sistematika penulisan.
Bab II pembahasan, pengembangan kurikulum dan pembelajaran pada bidang studi agama Islam di SMP dan model pembelajarannya pada bidang studi pendidikan agama Islam.
A. Kurikulum Bidang Studi Pendidikan Agama Islam SMP
1) Pengertian;
Pendidikan agama Islam adalah bagian integral paripada pendidikan nasional sebagai suatu keseluruhan. Dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat antara lain pendidikan agama. Dalam penjelasaannya dinyatakan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Pendidikan agama adalah suatu usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama (Daradjat dkk, 2001 : 172).
Menurut GBPP PAI (1999), bahwa pengertian pendidikan agama Islam di sekolah umum, yaitu :
Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional".
2) Tujuan dan fungsi;
Secara umum tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia.
Berikut dikemukakan beberapa pendapat tokoh pendidikan Islam :
v Al-Attas (1979 : 1), bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk menjadi manusia baik.
v Al-Abrasyi (1974 : 15), menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia.
v Marimba (1964 : 39), mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berkepribadian muslim.
v Konpensi Dunia Islam (1977), bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri kepada Allah secara mutlak
v Ashraf (1989 : 2), secara rinci menjelaskan tujuan akhir pendidikan Islam adalah : (1) Pembinaan akhlak; (2) Menyiapkan anak didk untuk hidup di dunia dan akhirat; (3) Penguasaan ilmu; (4) Ketrampilan bekerja dalam masyarakat.
Sedangkan fungsi pengajaran agama Islam adalah untuk menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta membiasakan siswa berakhlak mulia. Menurut Daradjat (2001 : 174), bahwa fungsi pendidikan agama Islam yaitu :
1) Menanamtumbuhkan rasa keiman yang kuat
2) Menanamkembangkan kebiasaan (habit vorming) dalam melakukan amal ibadah, amal saleh dan akhlak yang mulia
3) Menumbuhkembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugrah Allah swt.
Dengan demikian pendidikan agama di sekolah adalah sebagai salah satu bentuk untuk mengmbangkan kemampuan siswa dalam meningkatkan pemahaman keagamaan, yakni meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah swt serta kemuliaan akhlak.
3) Ruang lingkup;
Pengajaran agama Islam diberikan pada sekolah umum dan sekolah agama (madrasah), baik negeri atau swasta. Seluruh pengajaran yang diberikan di sekolah/madarasah diorganisasikan dalam bentuk kelompok-kelompok mata pelajaran yang disebut bidang studi (broadfields) dan dilaksanakan melalui sistem kelas.
Dalam struktur program sekolah umum, pengajaran agama Islam (Kurikulum 1999) meliputi tujuh unsur, yaitu:
a) Al-Qur'an
b) Hadits
c) Keimanan
d) Akhlak
e) Bimbingan ibadah
f) Syariah/fiqh
g) Sejarah islam
Hal tersebut merupakan perwujudan dari keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah swt, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya.
4) Analisis kurikulum
Kurikulum pendidikan agama Islam berarti seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu siswa dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dan atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam.
Menganalisis isi kurikulum PAI khususnya pendidikan agama Islam di tingkat SMP yang tercantum dalam GBPP 1994 terdapat beberapa kritik antara lain :
a) GBPP PAI terlalu pada misi, ini terlihat dari sejumlah fungsi dan tujuan yang diharapkan siswa setelah belajar PAI;
b) Padat materi yaitu materi PAI yang terdiri dari tujuh unsur poko yakni keimanan, ibadah, quran, akhlak, muamalah, syariah dan tarikh yang diajarkan secara terpisah menyebabkan materinya padat, sementara alokasi waktunya terbatas;
c) Berorientasi kuat pada domain kognitif ini terutama dilihat dari segi tujuan setiap pokok bahasan serta alat evaluasi yang digunakan.
Sedangkan pada proses pelaksanaan kurikulum PAI terlihat ada kesenjangan antara konsep kurikulum dengan pelaksanaan kurikulum PAI 1994, ini terlihat pada tujuan umum PAI yang lebih bererientasi pada pengembangan sikap dan kemampuan keberagamaan, tetapi dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada aspek kognitif, yakni pembelajaran lebih bersifat verbalistis dan formalistis; metodologi pembelajaran masih bersifat konvesnsional; Pendekatan PAI cenderung normatif tanpa dibarengi ilustrasi konsteks sosial budaya sehingga siswa kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian; Sistem evaluasi, bentuk soal ujian agama Islam menunjukkan prioritas pada kognitif, dan jarang pertanyaannya mempunyai bobot nilai dan makna spiritual keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari.
Secara rinci kelemahan kurikulum PAI adalah :
a) Pendidikan agama Islam (PAI) lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat amalan ibadah praktis kognitif, dan masih kurang pada usaha mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri siswa.
b) Metogologi PAI tidak berubah; konvensional, tradisonal dan monoton.
c) Pembelajaran PAI bersifat menyendiri, kurang berinteraksi dengan yang lain.
d) Pendekatan PAI cenderung normatif tanpa dibarengi ilustrasi konteks sosial budaya.
Kurikulum SMP 2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai jawaban pemerintah atas berbagai permasalahan pendidikan nasional, yaitu kualitas keluaran pendidikan, desentralisasi atau keunggulan daerah dan sekolah. KBK yang sekarang masih diuji cobakan, pada prinsipnya lebih memberikan kesempatan kepada sekolah dan guru secara leluasa untuk melakukan inovasi-inovasi pembelajaran. Kesempatan itu semestinya dipergunakan guru agama Islam secara proaktif dengan melakukan antara lain :
a) Mendudukan GBPP sebagai ancer-ancer, bukan pedoman yang baku, sehingga berimplikasi pada keberanian guru PAI untuk melakukan analisis materi, tugas dan jenjang belajar secara konstekstual.
b) Melakukan seleksi materi, mana yang perlu diberikan di dalam kelas atau sekolah lewat kegiatan intra dan ekstra kurikuler, mana yang dilakukan di luar sekolah untuk diserahkan kepada keluarga dan atau masyarakat melalui pembinaan secara terpadu.
c) Mampu menggerakkan guru-guru lain (teman sejawat) untuk berpartisipasi aktif dalam membina pendidikan agama di sekolah, sehingga tercipta suasana religius.
d) Selalu mencari model-model pembelajaran PAI atau mengembangkan metodologi PAI secara konstekstual yang dapat menyentuh aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
e) Berusaha melakukan rekayasa fisik, psikis, sosial dan spiritual dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran PAI di sekolah.
B. Model Pembelajaran
1) Pengertian
Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memperhatikan pola pembelajaran tertentu, hal tersebut sesuai dengan pendapat Briggs (1978 : 23), bahwa model adalah seperangkat prosedur dan berurutan untuk mewujudkan suatu proses. Dengan demikian pengertian model pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan pebelajaran pada hakekatnya adalah merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, naik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami dan disepakati oleh-oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran sehingga menunjukkan adanya perolehan, penguasaan, hasil, proses atau fungsi.
Mekanisme pembelajaran secara umum, meliputi :
a) Tahap persiapan; persiapan proses pembelajaran yang menyangkut penyusunan desain (rancangan) kegiatan belajar mengajar yang akan diselenggarakan, di dalamnya meliputi tujuan, metode, media, sumber, evaluasi dan kegiatan belajar siswa.
b) Tahap pelaksanaan; pelaksanaan proses pembelajaran menggambarkan dinamika kegiatan belajar siswa yang dipandu dan dibuat dinamis oleh guru.
c) Tahap evaluasi; evaluasi merupakan laporan dari proses pembelajaran, khususnya laporan tentang kemajuan dan prestasi belajar siswa.
d) Tahap refleksi; tindak lanjut dalam proses pembelajaran dapat dipilah menjadi dua hal, yakni promosi dan rehabilitasi. Promosi adalah penetapan untuk melangkah dan peningkatan lebih lanjut atas keberhasilan siswa. Rehabilitasi adalah perbaikan atas kekuarangan yang telah terjadi dalam proses pembelajaran.
2) Jenis-jenis model
Joyce (2000) mengungkapkan bahwa ada empat rumpun model pembelajaran, yaitu : (a) model interaksi sosial; (b) model pemprosesan informasi; (c) model pengembangan pribadi; (d) model behavior. Berdasarkan kajian teoritis yang penulis lakukan terhadap beberapa model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran pendidikan agama Islam, diantaranya :
1) Model Classroom Meeting;
Tokoh model ini adalah William Glasser. Menurut Glasser dalam (Moejiono (1992 : 155), bahwa sekolah umumnya berhasil membina prilaku ilmiah, meskipun demikian adakalanya sekolah gagal membina kehangatan hubungan antar pribadi. Kehangatan antar pribadi bermanfaat bagi keberhasilan belajar, agar sekolah dapat membina kehangatan hubungan antar pribadi, maka dipersyaratkan :
1) Guru memiliki rasa keterlibatan yang mendalam;
2) Guru dan siswa harus berani menghadapi realitas, dan berani menolak perilaku yang tidak bertanggung jawab;
3) Siswa mau belajar cara-cara berprilaku yang lebih baik.
Model pertemuan tatap muka merupakan salah satu model yang bermanfaat bagi pembinaan kehangatan hubungan antar pribadi. Model pertemuan tatap muka adalah pola belajar mengajar yang dirancang untuk mengembangkan :
1) Pemahaman diri sendiri;
2) Rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan kelompok
Strategi mengajar model ini mendorong siswa belajar secara aktif. Kelemahan model ini terletak pada kedalaman dan keluasan pembahasan materi, karena lebih berorientasi pada proses, sedangkan PAI di samping menekankan pada proses tetapi juga menekankan pada penguasaan materi, sehingga materi perlu dikaji secara mendalam agar dapat dipahami dan dihayati serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2) Model Coopetarive Learning
Model ini dikembangkan salah satunya oleh Robert E. Slavin. Model ini membagi siswa dalam kelompok-kelompok diskusi, dimana satu kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang. Model ini akan membuka suasana belajar yang berkembang, merangsang dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
Model ini menawarkan adanya keaktifan dan ketertiban siswa dalam proses pembelajaran. Kelemahan model ini lebih karena terfokus bagaimana mengaktifkan siswa dan mampu bekerjasama, tetapi tidak membahas materi pembelajaran sehingga organisasi materi tidak menjadi perhatian, masih mengutamakan penguasaan materi secara terpisah-pisah, dengan demikian pembelajaran belum dapat memberikan makna bagi pesertabelajar. Di samping itu pembelajaran dengan materi yang terpisah-pisah tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami permasalahan secara utuh. Sementara pembelajaran PAI menghendaki keutuhan pemahaman dan kemampuan serta yang dapat memberikan makna sehingga timbul kesadaran dan motivasi untuk mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
3) Model Integrated Learning
Model pembelajarn terpadu pada hakkekatnya merupakan suatu sistem pembelajaran dengan menyajikan bahan pelajaran dalm bentuk keseluruhan dan meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran/sub mata pelajaran.
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa baik individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, dan otentik (Depdikbud, 1996 : 3).
Menurut Su'ud (1997), bahwa implementasi kurikulum terpadu merupakan wahana yang efektif dalam membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang secara alami sebagai individu yang utuh dalam konsteks kehidupan sehari-hari.
Pendekatan pembelajaran terpadu, dimaksudkan agar pengorganisasian bahan kajian secara tematis, dengan menganut azas kesederhanaan, kebermaknaan dalam komunikatif, kewajaran konsteks, keluwesan (sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat), keterpaduan, serta kesinambungan berbagai ketrampilan hidup. Dengan prinsip pengorganisasian pembelajaran yang bermakna, otentik, holistik, komunikatif, wajar dan luwes memungkinkan peserta didik lebih termotivasi untuk aktif menguasai, memahami dan mengahayati.
Rancangan pembelajarn terpadu secara ekspilisit merumuskan tujuan pembelajaran. Dampak dari tujuan pengajaran dan pengiringnya secara langsung dapat terlihat dalam rumusan tujuan tersebut. Pada dampak pengiring umumnya akan membuahkan perubahan dalam perkembangan sikap dan kemampuan berfikir logis, kreatif, prediktif dan imajinatif.
a) Pengertian pembelajaran terpadu;
Hakikat pembelajarn terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menjadi pengendali di dalam kegiatan belajar sekaligus proses dan isi berbagai disiplin ilmu/mata pelajaran/pkok bahasan secara serempak di bahas. Konsep tersebut sesuai dengan beberapa tokoh yang mengemukakan tentang model pembelajaran terpadu.
Depdikbud (1996 : 3), mengemukakan bahwa :
Model pembelajaran terpadu pada hakekatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, dan otentik.
Pembelajarn terpadu salah satu daintaranya yaitu memadukan pokok bahasan atau sub pokok bahasan antar bidang studi, atau yang disebut juga lintas kurikulum, atau lintas bidang studi (Maryanto, 1994 : 2), Atau interdiciplinerary programe (Curriculum Services Branch Tasmania, 1994 : 2). Tyler (Oliva, 1992 : 517) mengemukakan "….. integration as the horizontal relationship of curriculum experiences" dan manfaat keterpaduan menurut Taba (Oliva, 1992 : 517), bahwa "…. Learning is more effective when facts and principles from one field can related to another, especially when applying this knowledge….". Pembelajaran akan lebih efektif apabila guru dapat menghubungkan atau mengintegrasikan antara pelaksanaan pembelajaran di sekolah dengan temuan di lapangan.
Implementasi kurikulum terpadu merupakan wahana yang efektif dalam membantu siswa untuk tumbuh dan berkembang secara alami sebagai individu yang utuh dalam konsteks kehidupan sehari-hari.
Kurikulum terpadu dapat diartikan sebagai suatu model yang dapat memadukan materi dalam bahan pembelajaran (Fogarty, 1991 : xii). Keterpaduan dalam suatu pembelajaran dapat baik dalam satu rumpun bidang studi dan dapat juga memadukan antar bidang studi penting untuk memadukan keseluruhan kurikulum.
b) Tipe pembelajaran terpadu
Fogarty (1991 : xiv), memperkenalkan 10 model pembelajaran terpadu, yaitu :
a) Model fragmented; model ini adalah penyusunan kurikulum tradisional berdasarkan ilmu-ilmu yang berbeda dan terpisah. Dalam kurikulum standar, mata pelajaran diajarkan secara terpisah, dengan tidak ada usaha untuk menghubungkan atau mengintegrasikannya. Setiap mata pelajaran dipandang sebagai satu kesatuan yang murni, baik dalam kelompok disiplin ilmunya maupun pada disiplin ilmunya sendiri.
b) Model Connented; model ini memfokuskan dengan membuat hubungan-hubungan secara eksplisit di dalam setiap wilayah mata pelajaran, hubungan satu topik dengan yang lainnya, hubungan satu ketrampilan dengan ketrampilan lainnya, hubungan sekarang dengan yang akan datang, atau ide-ide dalam satu catur wulan dengan catur wulan berikutnya. Kuncinya model ini adalah suatu upaya untuk mempertimbangkan pertalian (hubungan) kurikulum di dalam suatu mata pelajaran dan diharapkan siswa akan memahami secara otomatis hubungan-hubungan tersebut.
c) Model Nested; model ini merupakan rancangan yang kaya yang digunakan oleh guru-guru yang berpengalaman. Mereka tahu bagaimana memperoleh keuntungan yang paling banyak dari suatu pelajaran atau setiap pelajaran. Tetapi dalam pendekatan nested, perencanaan yang teliti diperlukan untuk menyusun sasaran-sasaran yang multi. Pada model ini integrasi dimaksudkan untuk menggabungkan atau menghubungkan sejumlah tujuan-tujuan pemebelajaran dan pengalaman belajar serta ketrampilan sejenis dalam suatu unit pelajaran.
d) Model Sequenced; dengan keterbatasan artikulasi jarak lintas disiplin-disiplin (mata pelajaran) guru dapat menyusun kembali topik-topik agar unit-unit yang serupa tepat dengan yang lainnya. Dua mata pelajaran (disiplin ilmu) yang berhubungan dapat dirangkaikan sehingga isi keduanya diajarkan secara bersamaan. Dengan rangkaian perintah di dalam topik yang diajarkan, mempertinggi/meningkatkan aktivitas lainnya. Secara essensial, satu bidang studi/pokok bahasan memuat materi pelajaran bidang studi lainnya, begitu pula sebaliknya.
e) Model Shared, merupakan dua disiplin ilmu yang saling mengisi konsep dan skill. Bagian perencanaan dan pengajaran pada dua disiplin ilmu dimana pengisian ilmu dan konsep muncul sebagai unsur yang terorganisir.
f) Model Webbed (jaringan); model ini diartikan sebagai pendekatan tematik, untuk mengintegrasikan mata pelajaran. Secara khusus, pendekatan tematik untuk pengembangan kurikulum dimulai dengan sebuah tema seperti transportasi atau penemuan.
g) Model Threaded; yaitu model pembelajaran diumpamakan sebagai kaca pembesar yaitu ide cemerlang yang memperbanyak seluruh isi melalui pendekatan metakurikuler. Pendekatan kurikuler memasang benang skill berfikir, skill sosial, intelegensi yang tinggi, teknologi, dan studi skill melalui berbagai disiplin ilmu.
h) Model Integrated; merupakan pola baru dan rancangan yang menggunakan elemen dasar tiap-tiap disiplin ilmu. Cara interdisiplin ini mencocokan subjek-subjek untuk mengisi topik dan konsep dengan beberapa tim pengajaran di dalam satuan model integrasi yang otentik.
i) Model Immersed; merupakan model yang mempunyai pandangan yang sangat pribadi. Model ini merupakan model pengintegrasian kurikulum yang dilakukan oleh calon siswa tingkat sarjana atau doktoral dari setiap bidangnya. Mereka yang melakukan penyaringan terhadap isi materi kurikulum dengan atau tanpa melibatkan pakar/pihak luar.
j) Model Networked; model ini merupakan model penjaringan yang mengintegrasikan pembelajaran berdasarkan sumber-sumber masukan dari luar secara berkelanjutan yang dimaksudkan untuk memperbaharui, memperluas dan mengeksplorasi atau memperbaiki ide-ide. Pada model ini, siswa merupakan sumber informasi utama untuk menyaring keahlian dan minat mereka, di samping sumber informasi dari pada pakar. Siswa mengarahkan proses pengintegrasian melalui pemilihan jaringan yang diperlukan, namun hanya siswa yang mengetahui seluk beluk dan dimensi bidang mereka yang mencapai sasaran sumber-sumber yang diperlukan.
c) Karakteristik
Beberapa karakteristik pembelajaran terpadu yang diekemukakan oleh Collin (1991), Miller (1990), tim pengembang pembelajaran terpadu PGSD dan S2 (1997), yang karakteristiknya dapat disimpulkan sebagai berikut :
a) Holistik (menyeluruh); artinya suatu fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa disiplin ilmu sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Hal ini dimaksudkan untuk melatih siswa memahami suatu fenomena dari segala sisi.
b) Bermakna; maksudnya kebermaknaan dalam komuniaksi adanya keterkaitan antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan materi yang dipelajari, dengan demikian proses pembelajaran dirasakan lebih berarti bagi siswa. Rujukan yang nyata dari berbagai konsep dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari, sehingga pada akhirnya siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memcahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupannya.
c) Otentik; maksudnya siswa memahmi secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari, melalui hasil interaksi dan belajar dari fakta dan peristiwa. Dengan demikian informasi dan pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi lebih otentik.
d) Aktif; artinya siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, baik secara individual ataupun kelompok. Dalam pemebelajaran terpadu hasrat, minat dan kemampuan siswa dipertimbangkan, sehingga siswa termotivasi untuk mencari informasi dan pengetahuan dalam memahami konsep yang dipelajarinya.
e) Akesederhanaan; materi yang disajikan secara sederhana, bermakna dan mudah dipahami, kewajaran konsteks, keluwesan (sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat), keterpaduan, serta adanya kesinambungan berbagai ketrampilan hidup.
f) Alami; maksudnya pembelajaran terpadu memberikan lingkungan yang memungkinkan siswa belajar secara alami, sesuai tingkat perkembangan siswa yang selalu mengalami proses dan tidak terisolasi dari lingungan yang alami.
C. Pengembangan model pembelajaran terpadu
1) Relevasi model pembelajaran terpadu dengan PAI
Konsep terpadu dalam pendidikan agama Islam meliputi: (a) keterpaduan proses, (b) keterpaduan materi, (c) keterpaduan penyelenggaraan, (d) wilayah pengembangan.
Menurut Depag RI (1999 : 59), bahwa pembinaan pendidikan agama Islam terpadu sebagai berikut :
a) Keterpaduan kelembagaan, yaitu terjalinnya hubungan kerjasama antara sekolah, keluarga dan masyarakat guna saling mengisi dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan agama islam di sekolah yang dikoordinasi oleh Pendidikan Guru Agama Islam.
b) Keterpaduan materi, yaitu agar mata pelajaran selain pendidikan agama Islam mampu untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional.
c) Keterpaduan wilayah pengembangan pendidikan agama Islam, yang meliputi keterpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
d) Keterpaduan proses pendidikan, yaitu keserasian antara kegiatan pengajaran, bimbingan dan latihan.
e) Keterpaduan ketenagaan, yaitu diperlukan adanya kerjasama yang bertanggung jawab antara guru pendidikan agama Islam dengan Kepala Sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan agama Islam.
2) Tahapan pengembangan
Hamalik (1989 : 71), mengemukakan bahwa komponen pembelajaran terpadu meliputi : perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Selanjutnya Depdikbud (1996 : 16), mengemukakan bahwa proses pembelajaran terpadu meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan dan kulminasi.
a) Tahap perencanaan;
1) Guru dan peneliti menyusun konsep dan kemampuan yang harus dimiliki siswa pada setiap pokok bahasan dalam bidang studi pendidikan agama Islam yang meliputi : Aqidah/tauhid, akhlak, al-qur'an, hadits, bimbingan ibadah, syariah dan sejarah Islam sesuai GBPP yang berlaku.
2) Guru dan peneliti mengkaji konsep, kemampuan, ketrampilan dan sikap yang harus dimiliki siswa pada suatu pokok bahasan dan mencari keterhubungannya dengan konsep, kemampuan, ketrampilan dan sikap pada pokok bahasan lainnya dalam materi pelajaran di kelas.
3) Guru danm peneliti menentukan tema pembelajaran pada setiap unit pelajaran.
4) Guru dan peneliti menyusun rancangan pembelajaran terpadu yang meliputi penetapan tujuan, amteri, proses pembelajaran dan evaluasi.
b) Tahap pelaksanaan;
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran terpadu kegiatan guru dan peneliti meliputi : guru agama melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan desain pembelajaran terpadu. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas mencakup kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan evaluasi.
Selanjutnya kegiatan menyajikan materi pelajaran dengan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Selanjutnya kegiatan evaluasi dan tindak lanjut dengan melaksanakan penilaian formatif dan memebrikan tugas-tugas ekstra untuk meningkatkan dan mengembangkan hasi belajar siswa.
c) Tahap kulminasi;
Tahap ini menampilkan hasil dan proses pembelajaran terpadu pada setiap pertemuan pembelajaran. Pada tahap ini guru mata pelajaran pendidikan agama Islam bersama peneliti mengidentifikasi berbagai masalah yang muncul pada setiap pertemuan dan mendiskusikan serta mencari alternatif pemecahannya, yang akan dijadikan masukan untuk memperbaiki desain pembelajaran terpadu beserta implementasinya pada pertemuan selanjutnya.
Secara umum dalam merencanakan pembelajaran terpadu melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1) Menentukan atau memilih tema sentral
2) Mengidentifikasi konsep yang akan di bahas.
3) Memilih kegiatan belajar yang sesuai
4) Menyusun jadwal kegiatan secara sistematik.
3) Evaluasi pengembangan
Evaluasi pembelajaran terpadu dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran, dengan teknik tes dan non tes. Evaluasi terhadap proses dilakukan dengan teknik observasi yaitu melihat aktivitas siswa secara individu dan kelompok pada setiap tahap kegiatan dengan memperhatikan aspek-aspek :
a) Rasional argumen/alasan
b) Kejujuran ilmiah
c) Peranan siswa dalam setiap kegiatan seperti pendengar, pemandu, pembicara dan sebagainya
d) Kerjasama kelompok dan produktivitas
e) Pembagian tugas dan tanggung jawab terhadap tugas
f) Penggunaan bahasa yang sopan, baikd an benar.
Sedangkan evaluasi terhadap hasil dilakukan dengan teknik tes dan non tes. Teknik tes digunakan untuk melihat kemampuan siswa memahami konsep-konsep PAI, sedangkan non tes (Observasi digunakan untuk melihat dampak penggiring pelaksanaan model terpadu. Evaluasi guru terhadap hasil adalah dengan tulisan, kebermaknaan, kejelasan dan keluasan argumentasi.
Pengembangan model terpadu pada bidang studi pendidikan agama Islam ini menggunakan tema dengan menyajikannya secara terpadu dengan unsur aqidah, akhlak, fiqh dan tarikh.
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kurikulum Bidang Studi Pendidikan Agama Islam SMP
a) Pengertian; pengertian pendidikan agama Islam di sekolah umum, yaitu : Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
b) Tujuan dan fungsi; Secara umum tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia. Sedangkan fungsi pengajaran agama Islam adalah untuk menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta membiasakan siswa berakhlak mulia.
c) Ruang lingkup; Dalam struktur program sekolah umum, pengajaran agama Islam (Kurikulum 1999) meliputi tujuh unsur, yaitu :
v Al-Qur'an
v Hadits
v Keimanan
v Akhlak
v Bimbingan ibadah
v Syariah/fiqh
v Sejarah islam
d) Analisis kurikulum; Menganalisis isi kurikulum PAI khususnya pendidikan agama Islam di tingkat SMP yang tercantum dalam GBPP 1994 terdapat beberapa kritik antara lain :
v GBPP PAI terlalu pada misi, ini terlihat dari sejumlah fungsi dan tujuan yang diharapkan siswa setelah belajar PAI;
v Padat materi yaitu materi PAI yang terdiri dari tujuh unsur poko yakni keimanan, ibadah, quran, akhlak, muamalah, syariah dan tarikh yang diajarkan secara terpisah menyebabkan materinya padat, sementara alokasi waktunya terbatas;
v Berorientasi kuat pada domain kognitif ini terutama dilihat dari segi tujuan setiap pokok bahasan serta alat evaluasi yang digunakan.
2. Model Pembelajaran
a) Pengertian; model pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan pebelajaran pada hakekatnya adalah merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, naik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b) Jenis-jenis model; Berdasarkan kajian teoritis yang penulis lakukan terhadap beberapa model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran pendidikan agama Islam, diantaranya :
v Model Classroom Meeting
v Model Coopetarive Learning
v Model Integrated Learning; Fogarty (1991 : xiv), memperkenalkan 10 model pembelajaran terpadu, yaitu :
1) Model fragmented;
2) Model Connented;
3) Model Nested;
4) Model Sequenced;
5) Model Shared,
6) Model Webbed (jaringan);
7) Model Threaded;
8) Model Integrated;
9) Model Immersed;
10) Model Networked;
c) Karakteristik; Beberapa karakteristik pembelajaran terpadu yang diekemukakan oleh Collin (1991), Miller (1990), tim pengembang pembelajaran terpadu PGSD dan S2 (1997), yang karakteristiknya dapat disimpulkan sebagai berikut :
ý Holistik (menyeluruh);
ý Bermakna;
ý Otentik;
ý Aktif;
ý Akesederhanaan;
ý Alami;
3. Pengembangan model pembelajaran terpadu; Konsep terpadu dalam pendidikan agama Islam meliputi : (a) keterpaduan proses, (b) keterpaduan materi, (c) keterpaduan penyelenggaraan, (d) wilayah pengembangan.
4) Tahapan pengembangan;
a) Tahap perencanaan;
b) Tahap pelaksanaan;
c) Tahap kulminasi;
Secara umum dalam merencanakan pembelajaran terpadu melalui langkah-langkah sebagai berikut :
ý Menentukan atau memilih tema sentral
ý Mengidentifikasi konsep yang akan di bahas.
ý Memilih kegiatan belajar yang sesuai
ý Menyusun jadwal kegiatan secara sistematik.
5) Evaluasi pengembangan; Evaluasi pembelajaran terpadu dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran, dengan teknik tes dan non tes. Evaluasi terhadap proses dilakukan dengan teknik observasi yaitu melihat aktivitas siswa secara individu dan kelompok pada setiap tahap kegiatan dengan memperhatikan aspek-aspek :
ý Rasional argumen/alasan
ý Kejujuran ilmiah
ý Peranan siswa dalam setiap kegiatan seperti pendengar, pemandu, pembicara dan sebagainya
ý Kerjasama kelompok dan produktivitas
ý Pembagian tugas dan tanggung jawab terhadap tugas
ý Penggunaan bahasa yang sopan, baikd an benar.
B. Saran
Setelah melakukan penganalisisan terhadap pengembangan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP, maka dirasakan perlu untuk memberikan saran-saran sebagai berikut :
1) Kepada kepala sekolah sebagai pembina, supervisor di sekolah hendaknya meningkatkan kreativitas dan dedikasi kerjanya guna meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya.
2) Guru sebagai tenaga yang paling menentukan keberhasilan proses pembelajaran, hendaknya senantiasa meningkatkan terus sumber daya gurunya atau kompetensinya, dengan jalan belajar dan belajar terus.
3) Siswa-siswa di sekolah sebagai subyek dan obyek pendidikan hendaknya memiliki motivasi belajar yang lebih baik lagi guna mempersiapkan generasi ayang akan datang.
4) Kepada peneliti lain, bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna oleh karena diharapkan untuk dilakukan penelitian yang lebih mendalam dan seksama.
DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi, A. (1974). Dasar-Dasar Pokok Pendidikan islam. Jakarta : Bulan Bintang Cet. II
Azra, A. (2002). Paradigma pendidikan Nasional : Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Briggs, Lesslei. (1978). Instruksional Design. New Jersey : Ed. Teechn. Publ.
Collin, G. dan Dixon, H. (1991) Integrated Learning. Australia : Bookshelf Publishing.
Daradjat, Z. (1976), Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Departemen Agama RI, (1992), Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam dan Iniversitas Terbuka.
Departemen Agama RI, (1995), Pola Pembinaan Agama Islam Terpadu. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam.
Departemen Agama RI, (1995), Garis-garis Besar program Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam.
Departemen Agama RI, (1999), Pendidikan Agama Islam untuk SMU kelas III. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam.
Departemen Agama RI, (1985), Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Proyek Departemen Agama.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2003). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Pusat data dan Informasi Pendidikan, Balitbang Depdiknas.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1996/1997). Tim Pengembang PGSD Pembelajaran Terpadu D.II PGSD dan S.2 Pendidikan dasar. Jakarta : Dikti.
Fogarty, F. (1991) How to Integrate the Curricula. Skyligh Publissing Inc. Polatine Illions.
Gage, NL. (1964), Handbook of Research on Teaching. Chicago : rand McNally.
Hamalik, O. (2001), Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara.
Joyce, B., Weill, M. (2000) Models of teaching. Boston : Allyn and Bacon
Miller, J. & Drake, S. (1990), Implementing a holistic curriculum. Holistic Education Review, Fall 1990
Moedjiono (1991/1992) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Oliva, P. (1992), Developing The Curriculum. New York : HarperCollinsPublishers.
Sukmadinata, N. (2004) Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosda Karya
Udin S. Suud (1999) Implementasi Kurikulum Terpadu. Makalah disampaikan pada Pertemuan Alumni IKIP Bandung.
Yusuf, Syamsu, LN. (2001) Psikologi Perkembangan Anak dan remaja. Cetakan kedua, bandung : Remaja Rosda Karya.
Sumber : http://zalva-kapeta.blogspot.com/2009/05/desain-kurikulum-pai.html